Kemaren gw janji mau nyeritain olimpiade BEM, waaa ga sabar
sebenernya mau cerita tapi berhubung sekarang foto belom di tangan, ga afdol
kayanya kalo gw ngomong doang. Tunggu ya cerita selengkapnya!! :)
Desember. Bulan yang special buat keluarga gw. Bukan, bukan
karena salah satu anggota keluarga kecil gw lahir bulan ini, bukan. Lebih special
lagi. 10 Desember 22 tahun yang lalu, gadis cantik berdagu lancip melangsungkan
akad nikah dengan lelaki tampan berkumis tipis. Ya, merekalah Ibu dan Bapak gw.
Dan inilah kisah Djati part 1. Gw yakin, banget, Bapak dan Ibu pasti lupa 10
Desember adalah tanggal istimewa dimana mereka menyempurnakan agama, karena tanggal
lahir mereka sendiri bahkan mereka lupa. Tapi anehnya tanggal lahir gw dan adek
gw, yang sama-sama 5 September, tidak pernah terlupa, entah kenapa. Setiap tahun,
tiap kali gw ngucapin selamat ulang tahun atau ngirim surprise ke rumah, selalu
ada kalimat “Loh sekarang tanggal berapa si?”. Bapak, Ibu, sesibuk itukah
memikirkan kami sampai bahkan tanggal lahir kalian pun terlupa?
Suatu hari di 1988 menjelang 1989, di sebuah SMA swasta
bernama SMA Widya Purwodadi, Purworejo.
“Djat, aku suka sama seseorang. Guru sini juga. Guru Matematika.”
“…”
Hari lain di tempat yang sama.
“Waah Djat, aku ditolak L
Ternyata dia udah sama orang lain.”
“…”
Beberapa hari kemudian, masih di tempat yang sama.
“Woooooooo kamu kok ga bilang aku to Djat kalo Tutik itu
sama kamu. Laaaahhh..”
“…”
Ya, Djat adalah nama panggilan Bapak, Sudjatmoko. Dan Tutik
adalah Ibu gw, Sri Hastuti. Ibu sempat diperebutkan *ahaa bahasa gw* oleh 2
sahabat dekat, dan kala itu Ibu memilih Bapak. Kalo Ibu memilih sang sahabat
itu, gw sama adek gw ga akan pernah ada di dunia ini, dan blog ini pun ga akan
pernah ada, haha *mulai ngelantur*.
Suatu hari di tahun 1989, di rumah besar di desa Cokroyasan,
kecamatan Ngombol, Purworejo.
“Dek, calonmu itu orang seni kan ya? Waduuh aku ga sabar mau
ketemu. Pasti rambutnya gondrong, bajunya ijo kuning orange, trus celananya
cutbray merah. Ga pake tato kan dek?” kalimat ini tercetus dari saudara-saudara
perempuan Ibu, sesaat sebelum kedatangan perdana Bapak ke rumah besar itu. Ibu cuma
senyum-senyum simpul sambil bilang “Liat aja nanti Mbak. Beda pokoknya.”
Dan benar adanya.. yang dateng bukan tipe seniman dengan
penampilan nyentrik. Bapak emang pernah jadi pelukis lepas, sarjana pendidikan
Seni Rupa, dan mengajar Seni Rupa, tapi secara fisik beliau tidak mencerminkan
penampilan seniman seperti gambaran saudara-saudara Ibu gw.
Kemeja fit body lengan panjang digulung ¾, celana kain
cutbray warna gelap, dan sepatu. Rambut berjambul karena agak gondrong dan kumis
tipis. GANTENG!! Sumpaaah Bapak gw ganteeeng!!
Beberapa bulan setelah itu, di rumah yang sama.
Serombongan keluarga
besar Bapak dateng ke rumah besar itu, menemui keluarga besar Ibu. Sama-sama
keluarga besar karena Bapak dan Ibu sama-sama 7 bersaudara. Banyak hantaran
dibawa, mulai dari kelapa, pisang, beras, pakaian, dan entah apa lagi. Lamaran.
Gw inget banget, di foto yang gw liat, Ibu ga dandan sama sekali, cuma pake lipstick
merk Jupon yang dipake sejak kerja pertama kali. Baju pun beliau minjem ke
sepupu yang orangtuanya punya rias pengantin. Bukan kebaya, cuma baju yang
menurut gw biasa banget. Dengan jilbab dan baju sederhana itu, Ibu super
cantik. Beneraaaaan cantik bangeeeeeettttt!! Lalu ditetapkanlah tanggal
pernikahan mereka, 10 Desember 1989.
Suatu hari tahun 2006, di teras rumah kami, di desa Candi,
Ngombol, Purworejo.
“Ibu, ko dulu milih Bapak, kenapa?” yoiiii pertanyaan gw
udah beginian aja, waktu itu gw masih kelas 3 SMP padahal.
Kata ibu “Ibu milih Bapak karena agamanya bagus. Nanti kamu
kalo cari suami juga ya, yang agamanya bagus.”
“Bapak ganteng ga Bu? hehee”. Ibu gw ketawa lalu ngejawab “Ya
ganteng lah! Kalo ga ganteng masa dipilih, hahaha..”
Ooooo jadi pertama agamanya harus bagus, yang kedua harus
ganteng, minimal enak dipandang, kalo kata kang Anis Matta, minimal lagi lebih
banyak gantengnya daripada jeleknya. Baiklah Ibu..
foto yang diambil pas gw pulang terakhir, Idul Fitri kemarin, 7 September 2011 |
#bersambung..
wah refrensinya anis mata neh. nyari jodoh itu pelan2 aja. dan bener kata ibu, yang penting agamanya
ReplyDeleteagama emang nomor satu..dalm mencari teman hidup
ReplyDeleteasiiiiiiik, tadi malam kumisnya tebal ya ma,wkwkwk
ReplyDeletehehe...moga rukun aman sejahtera kehidupan keluarga mba' ya! well, goodluck for ur future!
ReplyDeletewaaah...
ReplyDeleteayoo ayoo lanjut maa...