Near death experience. Apa yang terbayang kalo denger frasa
itu? film action yang banyak adegan menegangkan dan hampir mati tapi kemudian
selamat? Bukan, yang lain? Apa?
Gw baru saja mengalami sendiri, near death experience. Dalam
mimpi. Tapi nyata. Gw nulis setengah jam setelah gw bangun, sebelum gw
melupakan detail yang gw alami baru saja. Gw hampir mati, dan nyata sekali
rasanya.
Settingnya adalah perang, iya perang sungguhan. Di daerah
Lembang perangnya. Entah perang apa dengan apa, tapi jelas ada dua kubu disitu.
Dan gw adalah salah satu dari sekian orang yang ikut perang, dengan dua
senapan. Berkali-kali gw berhati-hati, berkali-kali hampir tertembak,
berkali-kali menembak dan beberapa meleset. Disitu, gw bukan wanita yang
bertugas untuk medis melainkan membawa senjata lengkap. Sampai akhirnya, peluru
pertama melesat lurus ke arah gw. Tapi gw selamat, tak lepas dari bantuan
seorang rekan yang gw kenal di dunia nyata dan tak akan gw sebut namanya.hihi.
Dia yang berkali-kali memberi peringatan dan bantuan sehingga gw berkesempatan
lolos berkali-kali. Maka mari kita sebut rekan gw ini, A.
Sampai akhirnya, seseorang yang gw kira kawan ternyata
adalah lawan. Satu tembakan, lurus, perut. Dan gw jatuh. Setengah sadar. Gw mulai
mual. Mata antara bisa dibuka dan tidak. Mulut ngga bisa berucap satu kata pun.
Yang terjadi selanjutnya adalah ledakan besar dari tabung gas bapak-bapak yang
lagi goreng lauk. Entah untuk makanan perang entah apa. Oke gw tau ini mulai
abstrak, namanya juga mimpi, gw ngga bisa mengendalikan apapun. Tabung gasnya
meledak. Ledakannya besar dan seketika perang berhenti. Bukan karena kehabisan peluru,
tapi karena semua terkena ledakan.
Maka A datang menghampiri gw yang udah setengah tak bernyawa,
“Tampaknya perang akan segera selesai. Ada ledakan besar, mungkin kita juga
akan kena. Takbir!” dan dalam satu detik, efek ledakan benar gw rasakan. Panas
api, dengan tekanan tinggi yang membuat gw terlempar seperti melayang. Warnanya
biru. Iya, warna ledakannya biru.
Kondisi terlempar dari tekanan ledakan, dibalut api panas,
dengan perut berpeluru. My near death experience. Mulut tak lagi bisa membuka,
dan dalam hati gw bertakbir berkali-kali takbir, sebanyak-banyaknya takbir yang
bisa gw ucapkan. Dalam beberapa detik, scene 21 tahun kehidupan gw terputar
dalam percepatan entah berapa kalinya. Banyak dosa-dosa yang ditampakkan, kesalahan-kesalahan
kecil, hutang yang belum terlunasi, sampai kesalahan terbesar yang bisa gw
inget. Semuanya terputar jelas sekali. Beberapa detik berikutnya berisi bayangan
sempitnya kubur dan siksa yang akan gw dapat dari kesalahan-kesalahan gw. Kemudian
berganti dengan sedikit bayangan menyejukkan bahwa gw sudah berusaha berubah,
bahwa gw sudah berusaha memperbaiki diri. Bayangan menyejukkan itu bertahan tak
lebih dari dua detik, berganti lagi dengan bayangan ngeri, bagaimana seandainya
usaha-usaha perbaikan gw belum sebanding dengan tumpukan dosa-dosa gw selama
ini? Ngeri. Badan gw masih terasa melayang-layang. Masih dengan takbir
diselingi istighfar sebanyak yang gw inget.
Lalu dalam hati, dengan sisa-sisa pikiran yang masih sadar
gw berkata pada diri sendiri “Ngga peduli sesusah apa, gw harus hidup. Gw harus
tetep hidup. Gw ngga boleh mati sekarang. Tahan sedikit lagi Rahma, sesakit
apapun itu.” Keyakinan untuk harus tetap hidup dihujani pesimisme bahwa mungkin
hidup gw memang akan berakhir disini. Takbir lagi, istighfar lagi. Seketika gelap,
pekat.
Entah berapa lama sejak terakhir kali gw bertakbir dalam
hati, ternyata gw hidup. Jangan bayangkan berbentuk apa gw waktu itu. Gosong
seluruh badan, masih dengan perut berisi peluru dengan darah yang tak lagi
mengalir. Kulit mengelupas disana-sini. Sesakit itu rasanya. Panas. Tapi gw
hidup, hey gw masih hidup. Beberapa teman seperjuangan selamat, beberapa yang
lain menghabiskan nafasnya dalam api ledakan gas tadi. Kisah sesudahnya adalah
bahwa gw dan teman-teman ditampung di rumah pak RT untuk diobati, makan dan
sebagainya. Perang berakhir. kami semua pulang naik mobil, beberapa naik motor.
Hahaha, abaikan bagian abstrak ini.
Semenakutkan itu menghadapi detik-detik yang memiliki
kemungkinan mati lebih besar daripada hidup. Scene 21 tahun terputar sedemikian
cepatnya dan membawa banyak penyesalan, dan bayangan seandainya seandainya
seandainya. Seandainya gw ngga begini, seandainya gw dulu ngga begitu. Semenakutkan
itu terbayang bahwa nanti gw akan menghabiskan waktu sendirian, entah dalam
terang atau gelap di dalam petak tanah. Semenakutkan itu terbayang bahwa
mungkin usaha-usaha perbaikan yang gw lakukan bisa saja tak sebanding dengan
kesalahan-kesalahan yang lewat. Semenakutkan itu. Semenakutkan itu tak bisa
berbuat apa-apa.
Near death experience gw ini hanya mimpi. Terbayangkah yang
mengalami langsung? Perang Israel-Palestine, penembakan massal di SD di
Connecticut misalnya. Bagaimana jika mereka adalah kita?
Bersyukur Mba, diingetin gitu sama Allah...^.^
ReplyDelete*pertanyaannya adalah:
gimana Mba Rahma sadat dan bangun..biasanya klo mimpi buruk lngsung kebangun.,ini malah dilanjutn..hehehe #Peace
ah iya ya Adit, ini mimpinya gatau deh buruk apa engga, sampe tamat gitu soalnya. atau.. ngg...tidurnya terlalu nyenyak? hihi.
ReplyDeleteBener-bener peringatan Dit, dikasih kesempatan ngerasain momen menjelang mati sedetail itu.