Pernikahan berarti mempertemukan kepentingan-kepentingan, dan bukan mempertentangkannya. – Cahyadi Takariawan, Di Jalan Dakwah Aku Menikah
Di tengah hiruk pikuk negeri karena kabut asap makin pekat,
Sinabung yang belum berhenti bergejolak, nilai rupiah yang belum beranjak
meninggi, dan kemelut politik yang membanjiri stasiun tivi; semoga cerita
bahagia ini bisa menjadi sebab munculnya senyum di penghujung hari yang
melelahkan.
***
Pernah ngga lo penasaran kenapa ada yang namanya suku? Padahal
suku ini ngga bisa diubah. Ketika seseorang terlahir sebagai suku Jawa, itulah
kenyataan yang musti dia terima bahwa sukunya adalah Jawa. Tapi seperti halnya
setiap kunci berpasangan dengan lubang pintu, setiap pertanyaan juga
berpasangan dengan jawaban. Cuma kadang kitanya aja yang belum nemu. Nah soal
suku tadi, Allah yang menciptakan manusia bersuku-suku juga punya tujuan yaitu
supaya kita saling mengenal.
Kenapa rujak itu enak? Karena buahnya
macem-macem. Kenapa Indonesia itu indah? Karena sukunya macem-macem *berdehem*
Terlahir sebagai pemudi Purworejo darah murni yang mana
Bapak dan Ibuk sama-sama dari Purworejo, serta keluarga besar yang kebanyakan
juga dapetnya orang Purworejo dan sekitarnya, langsung bisa disimpulkan tentu
saja dari mana asal gw. Purworejo!
Gw mengenal laki-laki ini tahun 2009, sebagai sosok yang
ramah dan ringan tangan menawarkan bantuan, Gheza namanya. Kenal sebatas nama
dan informasi yang sudah lebih dari cukup bahwa dia jurusan Teknik
Telekomunikasi, sama-sama 2008, departemennya Riset dan Teknologi, dan
rambutnya gondrong. Ngga ada program kerja bareng, ngga pernah sekelompok upgrading,
apalagi ngobrol-ngobrol. Semacam beda geng, Gheza si anak gaul gengnya sama
Muti Aldi, dan gw si anak biasa-biasa aja yang pemalu dan mainnya sama eta deui
eta deui hahaha. Tapi Allah yang mengatur setiap kejadian memiliki jalan cerita
sendiri, melalui keputusan Presiden Mahasiswa BEM IT Telkom 2010, ditetapkanlah kami
ada di satu departemen yang sama, Wirausaha. Lalu sekali lagi, di tahun
berikutnya, kami dikasih amanah kerja bareng mensukseskan pencarian rejeki buat
BEM. Dua tahun kerja bareng dengan tim yang mengedepankan kebersamaan daripada
kesuksesan proker (iya ini emang rada ganjil), untung ngga untung yang penting
seneng, membuat gw kenal baik laki-laki ini. Gheza namanya, terlahir dari kedua
keluarga asal Bukittinggi tapi dia tumbuh di Bogor, sehingga kalau ditanya
orang mana dia akan menjawab mantap “Gw orang Bogor.”
Bersama Muti, Gheza adalah salah satu orang terdekat yang
paling gw percaya untuk cerita banyak hal termasuk yang paling pribadi, dan
juga termasuk dalam daftar teratas orang-orang untuk dimintai pertolongan di
saat-saat genting. We played a lot, fooling around like Patrick, Spongebob and
Sandy. Ngga heran kalau akhirnya folder foto juga isinya banyak foto mereka
berdua :3
Sampai kemudian…..
Di suatu siang di bulan Juni, ada cerita yang butuh dibagi
dan ngga bisa gw simpan sendiri. Lama gw scroll contact WhatsApp, bolak-balik,
lalu akhirnya namanya terpilih sebagai orang yang gw percaya sebagai tempat mengadu. Mengenai apa cerita itu, biar kami saja yang tahu. Tapi dari cerita
itu, kami sama-sama tahu bahwa sejak suatu waktu yang tidak kami sadari,
harapan atas masa depan kami letakkan di atas pundak satu sama lain.
Setelah itu masih belum ada yang berubah. Kami masih dua
orang yang sama-sama tahu perasaan masing-masing, tapi memilih untuk
menghindari percakapan apapun yang berhubungan dengannya. Kami masih fooling
around di grup seperti biasa, dan masih bersikap seperti biasa.
Beberapa bulan berselang, setelah berpikir panjang, berdoa
dan shalat memohon diberi petunjuk dan kemantapan hati, tiba-tiba gw merasa
yakin. Petunjuk ngga datang dalam wujud mimpi, tapi tiba-tiba banyak orang
nyebut-nyebut namanya di depan gw. Tiba-tiba mantap. Lewat WhatsApp, malam itu
terkirimlah kalimat “Ges kita sama-sama ngga tahu masa depan kaya apa wujudnya,
tapi semoga semuanya layak diperjuangkan bareng-bareng ya.”
Sejak saat itu, kami menata langkah. Mendapat restu orang
tua yang awalnya kekeuh sama-sama suku Jawa bukan hal mudah. Gw banyak
terinspirasi dari novel 2 States-nya Chetan Bhagat tentang pernikahan pemuda
Punjabi dan perempuan asal Chennai. Dasar gw emang Bollywood gitu anaknya, pas
baca 2 States rasanya kaya itu adalah cerita gw sendiri. Sampe gw catet
cara-cara yang dilakuin keduanya buat mendapat restu dua pihak orang tua yang
sama-sama kekeuh ngga boleh pada awalnya. Loh, inspirasi dan motivasi bisa
dateng dari mana aja kan? :p
Ngga sampe situ aja, gw juga berkonsultasi dengan Murrabbi
dan temen-temen deket yang mengalami cerita serupa. Yang paling gw inget adalah
wejangan dari Rizal Tarmizie “Mak, sebenernya ini sederhana. Bokap lo cuma pengen
anaknya ada di tangan yang tepat. Kalo sekarang belum diijinin, itu artinya
bapak lo khawatir anaknya jatuh ke tangan yang salah. Lo yang sabar ya Mak,
pelan-pelan ke orang tua, banyakin doa, nanti juga ketemu jalannya. Gw dulu
sama begitu juga soalnya hahaha.” (intinya begitu, dengan perubahan redaksi karena alasan
daya ingat gw yang terbatas).
Di masa-masa yang tidak sebentar itu, berasa banget setiap
pertolongan Allah. Doa-doa yang dijawab satu demi satu mencapai puncaknya ketika
Bapak bicara melalui telepon “Oke, kapanpun Gheza mau ke rumah, Bapak siap.” Lalu
datanglah laki-laki itu untuk bertemu Bapak, menyatakan kemantapan hatinya. Bukan
sebagai teman yang kenalan sama Bapak ketika ngambil konsumsi upgrading ketika
rombongan benchmarking BEM transit di Purworejo seperti 2011 lalu.
1 Januari 2015 lamaran dilaksanakan, cukup jauh jarak ke
akad karena Bapak meminta bulan September sebagai hari di mana beliau melepas
anaknya untuk mengabdi pada laki-laki lain. Beberapa teman bilang “Udah Ma
mending akad dulu ntar resepsinya September.” Tapi sungguh ini bukan hanya
persoalan dua orang Rahma dan Gheza saja. Banyak pihak yang terlibat, bukan
cuma secara fisik tapi juga secara perasaaan. Kami sama sekali ngga ingin
melukai hati siapapun dalam proses ini. Maka dalam jangka waktu sembilan bulan
itu, sambil terus berhitung mundur dan merencanakan hal-hal yang perlu
direncanakan, kami jaga apa yang sudah sepatutnya dijaga.
Faktor jarak juga yang membuat kesibukan gw kaya bukan orang
yang mau nikah. Bapak Ibuk yang sibuk nyiapin segala sesuatu, sampe-sampe kalo
ditanya orang tentang persiapan calon manten gw cuma bisa nyengir, karena
persiapan yang gw lakukan cuma baca dan belajar; kecuali pas gw pulang barulah
gw bisa membantu ini itu.
Alhamdulillah, semua acara sudah telaksana sesuai rencana. Dua
suku bersatu dalam dua acara yang sama-sama mengusung konsep tradisional, Jawa
dan Minang. Dan ya, pernikahan adalah mempertemukan kepentingan-kepentingan,
bukan mempertentangkannya.
Salah satu mimpi sejak SD terwujud sudah, menikah dengan
pakaian tradisional lengkap dengan cunduk mentul dan paes. Dan kecintaan pada
budaya Minangkabau yang muncul sejak pertama kali nonton pagelaran Alek Nagari USBM
IT Telkom terasa sempurna karena sekarang gw menjadi bagian dari keluarga
Minang yang masih menjunjung tinggi keluhuran budayanya.
Laki-laki itu sekarang gw panggil abang, susah payah
adaptasi dengan panggilan ini karena geli tiap mau nyebut. Ya gimana engga,
dari lo-gue mau ke aku-kamu aja udah super susah payah, ini lagi musti ganti
jadi abang. Indah ya gimana Allah menggariskan nasib manusia. Setelah shalat
dzuhur tanggal 6 lalu, sehabis berdoa, ketawa-tawa kami inget-inget dulu
sama-sama angkut-angkut jualan, belanja kue dari setengah 6 pagi buat dijual
lagi, main rame-rame ke mana-mana. Lucu yaaa yang dulunya temenan kaya apa
sekarang jadi kaya apa. Masyaa Allah.
Sekarang kami punya dua ayah dan dua ibu, juga tiga orang
adik. Dengan dua kultur, kebiasaan, makanan kesukaan serta bahasa dari keluarga
masing-masing yang berbeda, kami akan membangun keluarga kami sendiri. Dua budaya
yang kaya akan berpadu. Rumah kami adalah rumah separuh joglo separuh gadang.
Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah.. emang bener kalo
berdoa dengan hati yang pasrah sepasrah-pasrahnya, yakin bahwa cuma Allah yang
bisa ngasih pertolongan, dan bahwa kita itu keciiiil ngga ada apa-apanya; pada
saat itu Allah akan turunkan pertolonganNya.
Kalau kemaren pas resepsi di Bogor abang dapet kesempatan
sambutan dan ngucapin terima kasih langsung, lewat tulisan ini gw juga mau
ngucapin terima kasih. Terima kasih untuk semua pihak yang membantu, mendukung,
mendoakan dan memberi masukan. Mulai dari riweuh gw jadiin tempat curhat,
nemenin beli ini itu, sampe yang di rumah bantuin pasang tratag, angkut kursi,
nyuci gelas, masak, belanja ke pasar, bikin lemper daaaann semuanya. Terima kasih
Bapak dan Ibuk, atas segala cinta dari sejak Rahma belum terlahir, yang
mengajari Rahma bagaimana menjadi manusia seutuhnya, dan terima kasih atas
segalanya. Juga terima kasih pada Ayah dan Bunda atas segalanya. Segalanya. Penjabaran
satu-satu ngga akan cukup ditulis di sini, karena terlalu banyak hal yang
menjadi sebab betapa bersyukurnya kami mendapat orang tua yang begitu baik. Allah
sebaik-baik pemberi balasan, semoga kami bisa memberikan yang terbaik buat
Bapak, Ibuk, Ayah, Bunda dan keluarga besar :)
Terspesial makasih dan cium dari jauh buat uni Devi, hihii. Jadiii
beliau adalah sepupunya abang yang dari awal welcome banget sama gw, termasuk
rela direpotin bantuin fitting dan ngingetin printilan-printilan yang gw lupa. Juga
untuk kedua keluarga besar, terima kasih atas penerimaan yang baik dengan
hadirnya anggota baru keluarga ini.
Syukron wajazakumullahu khairan katsiran :)
***
Saksikanlah nak, akhir cerita memang kita tak pernah tahu. Yang
ibu tahu, setiap impian layak untuk diperjuangkan. Seperti pertanyaan yang
selalu berpasangan dengan jawaban, setiap masalah pun diciptakan bersama dengan
solusinya. Allah yang memiliki segala jawaban dan solusi, menetapkan setiap
kejadian; dan untuk ibumu ini, Allah takdirkan seorang laki-laki bernama
Ghazali Al Nafi, laki-laki sabar yang dahulu adalah sahabat ibu sendiri. Dan menjadi
istrinya, adalah anugerah yang akan ibu syukuri seumur hidup.